5 Sebab Penurunan Kecepatan di Tengah Lintasan Lari Jarak Pendek dan Cara Mengatasinya, Pahami


Portal Kudus –

Beberapa penyebab penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek antara lain kelelahan otot, teknik salah saat berlari, kurangnya konsentrasi, dan kondisi fisik yang tidak optimal.

Penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek adalah fenomena yang sangat umum dan hampir selalu terjadi pada setiap pelari, bahkan pada atlet sprint kelas dunia sekalipun.

Ini bukan pengecualian, melainkan bagian inheren dari fisiologi lari jarak pendek.

Jika kamu ingin tahu apa yang menjadi penyebab penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek, simaklah penjelasan di bawah ini.

Berikut ini juga akan dipaparkan mengenai solusi untuk mengatasi penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek tersebut.

Penjelasan yang akan diberikan di bawah ini juga dilengkapi dengan sumber-sumber kredibel yang bisa menjadi rujukan untuk menelusuri lebih dalam.

Penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek, atau yang sering disebut “fading” atau “melambat”, adalah fenomena umum yang dialami oleh pelari, terutama pada jarak 100m, 200m, dan 400m.

Itu bukan sekadar masalah kemauan, melainkan melibatkan faktor-faktor fisiologis, biomekanik, dan bahkan psikologis yang kompleks.

Berikut adalah penjelasan detail mengenai penyebab dan solusi untuk mengatasinya, dengan merujuk pada sumber yang kredibel:


Penyebab Penurunan Kecepatan di Tengah Lintasan Lari Jarak Pendek

Penurunan kecepatan di lari jarak pendek (sprint) biasanya terjadi pada fase akhir lari, setelah fase akselerasi (percepatan) dan mencapai kecepatan maksimal. Beberapa faktor utama yang berkontribusi adalah:

Kelelahan Neuromuskular (Fatigue)

Ini adalah penyebab paling utama. Lari jarak pendek sangat bergantung pada sistem energi anaerobik (khususnya sistem ATP-PCr dan glikolisis anaerobik), yang menghasilkan energi dengan sangat cepat tetapi terbatas.

Penipisan Cadangan ATP-PCr: ATP (Adenosine Triphosphate) dan PCr (Fosfokreatin) adalah sumber energi instan yang digunakan pada awal sprint. Cadangan ini sangat terbatas dan cepat habis (sekitar 6-10 detik). Setelah itu, tubuh harus beralih ke sistem energi lain yang kurang efisien untuk sprint maksimal.

Akumulasi Laktat: Glikolisis anaerobik menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingan. Akumulasi laktat menyebabkan penurunan pH otot (menjadi lebih asam), yang mengganggu fungsi enzim dan kontraksi otot. Ini menyebabkan rasa terbakar pada otot dan penurunan kemampuan otot untuk berkontraksi secara efektif.

Kelelahan Saraf Pusat (Central Nervous System Fatigue): Otak dan sistem saraf pusat juga dapat mengalami kelelahan, yang mengurangi kemampuan untuk mengirim sinyal kuat ke otot, sehingga mengurangi kekuatan dan frekuensi langkah.

Sumber yang Terpercaya:

Fisiologi Olahraga: Buku-buku teks fisiologi olahraga seperti “Physiology of Sport and Exercise” oleh W. Larry Kenney, Jack Wilmore, dan David Costill menjelaskan secara rinci tentang sistem energi dalam sprint dan mekanisme kelelahan.

Jurnal Ilmiah: Penelitian di jurnal-jurnal seperti Journal of Strength and Conditioning Research atau European Journal of Applied Physiology sering membahas aspek-aspek fisiologis kelelahan dalam sprint.

Penurunan Efisiensi Biomekanik (Form Breakdown)

Pada saat kelelahan mulai muncul, teknik lari cenderung memburuk. Ini mengurangi efisiensi setiap langkah dan membuang energi.

– Penurunan Tinggi Lutut dan Panjang Langkah: Pelari tidak lagi mampu mengangkat lutut setinggi sebelumnya atau menghasilkan panjang langkah yang optimal, sehingga mengurangi jarak yang ditempuh per langkah.

– Perubahan Ayunan Lengan: Ayunan lengan menjadi kurang kuat dan kurang sinkron dengan gerakan kaki, mengurangi momentum ke depan.

– Postur Tubuh yang Berubah: Pelari mungkin mulai membungkuk, yang mengubah pusat gravitasi dan membuat gerakan menjadi tidak efisien.

– Penurunan Frekuensi Langkah: Kecepatan kaki menurun, yang secara langsung mengurangi kecepatan lari.

Sumber yang Terpercaya:

Biomekanika Olahraga: Publikasi dari ahli biomekanika seperti Peter Weyand atau R.H. de Ruiter yang membahas efisiensi gerak dalam lari.

Buku Panduan Atletik: Pelatih atletik profesional sering membahas teknik dan form lari dalam buku-buku atau panduan pelatihan mereka.

3. Kekuatan Otot dan Daya Ledak Otot yang Kurang Optimal

Lari jarak pendek membutuhkan kekuatan otot yang besar, terutama pada otot-otot tungkai (quadriceps, hamstring, gluteus) dan betis, serta kemampuan untuk menghasilkan kekuatan tersebut dengan sangat cepat (daya ledak otot atau power).

– Kekurangan Kekuatan Relatif: Jika kekuatan relatif (kekuatan per unit massa tubuh) kurang, otot tidak dapat mendorong tubuh ke depan secara optimal, terutama saat kelelahan mulai muncul.

– Daya Ledak Otot yang Terbatas: Daya ledak otot adalah kemampuan untuk menghasilkan gaya maksimal dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jika daya ledak otot kurang, pelari akan kesulitan mempertahankan akselerasi dan kecepatan puncak.

Sumber yang Terpercaya:

Jurnal Penelitian Olahraga: Artikel-artikel di Scandinavian Journal of Medicine & Science in Sports atau Journal of Sports Sciences sering mengulas hubungan antara kekuatan otot, daya ledak, dan performa sprint.

Organisasi Pelatihan Atletik: National Strength and Conditioning Association (NSCA) sering menerbitkan panduan dan penelitian tentang pengembangan kekuatan untuk atlet.

4. Kurangnya Toleransi Laktat (Lactate Tolerance)

Beberapa pelari mungkin memiliki ambang batas yang lebih rendah terhadap akumulasi asam laktat.

Ini berarti mereka lebih cepat merasa lelah dan mengalami penurunan performa dibandingkan pelari lain dengan tingkat kelelahan yang sama. Toleransi laktat adalah kemampuan tubuh untuk menahan dan membersihkan asam laktat.

Sumber yang Terpercaya:

Buku Fisiologi Latihan: Sumber seperti “Fisiologi Olahraga: Teori dan Aplikasi untuk Kebugaran dan Prestasi” oleh Scott Powers dan Edward Howley.

Penelitian Kinerja Olahraga: Jurnal-jurnal yang berfokus pada kinerja atletik dan adaptasi fisiologis.

5. Faktor Mental/Psikologis

Walaupun fisiologi memegang peran utama, faktor mental juga dapat berkontribusi pada penurunan kecepatan.

Kekurangan Ketahanan Mental: Rasa sakit akibat akumulasi laktat dapat membuat pelari menyerah secara mental, mengurangi usaha maksimal mereka.

Kurangnya Motivasi: Jika pelari tidak memiliki motivasi yang kuat untuk mendorong diri hingga batas, mereka mungkin akan melambat.

Sumber yang Terpercaya:

Psikologi Olahraga: Buku atau penelitian di bidang psikologi olahraga yang membahas peran pikiran dalam performa atletik.


Solusi Mengatasi Penurunan Kecepatan

Solusi untuk Mengatasi Penurunan Kecepatan di Tengah Lintasan Lari Jarak Pendek

Mengatasi penurunan kecepatan memerlukan pendekatan multidisiplin yang meliputi latihan fisik, nutrisi, pemulihan, dan strategi mental.

1. Latihan Kekuatan dan Daya Ledak Otot (Strength & Power Training)

Latihan Beban: Squats, deadlifts, lunges, Olympic lifts (clean & jerk, snatch) untuk membangun kekuatan otot tungkai dan inti. Latihan ini harus fokus pada gerakan eksplosif.

Latihan Plyometrik: Box jumps, depth jumps, bounds, skipping tinggi. Latihan ini meningkatkan daya ledak otot dengan memanfaatkan siklus peregangan-pemendekan otot.

Latihan Angkat Beban dengan Kecepatan Tinggi (Power Training): Angkat beban dengan intensitas moderat-tinggi dan fokus pada kecepatan mengangkat.

Sumber:

“Kekuatan dan Pemeliharaan untuk Performa Olahraga” oleh Ian Jeffreys.

National Strength and Conditioning Association (NSCA): Panduan dan sertifikasi pelatihan kekuatan dan pengkondisian.

2. Latihan Interval Intensitas Tinggi (High-Intensity Interval Training – HIIT)

Sprint Berulang (Repeated Sprints): Melakukan sprint maksimal atau hampir maksimal dengan periode istirahat penuh atau istirahat aktif yang cukup untuk memulihkan cadangan energi.

Contoh: 6-8x 60m sprint dengan istirahat 3-5 menit antar repetisi. Ini melatih sistem energi anaerobik.

Interval Jarak Sedang (Misal: 150m-300m): Lari dengan intensitas sub-maksimal (85-95% dari kecepatan sprint maksimal) dengan istirahat yang lebih pendek. Ini membantu meningkatkan toleransi laktat dan kemampuan tubuh untuk membersihkan laktat.

Sumber:

“Interval Training: Panduan Ilmiah dan Praktis” oleh Paul Laursen dan Martin Buchheit.

American College of Sports Medicine (ACSM): Panduan latihan dan rekomendasi ilmiah.

3. Latihan Toleransi Laktat (Lactate Tolerance Training)

Melibatkan interval lari dengan durasi yang menyebabkan akumulasi laktat signifikan (misalnya, 200m-400m repetisi dengan istirahat tidak terlalu lama), tujuannya adalah melatih tubuh untuk berfungsi dalam kondisi asam dan membersihkan laktat lebih efisien.

Contoh: Sprint 200m dengan istirahat 1-2 menit, diulang beberapa kali.

Sumber:

Penelitian dalam Jurnal Fisiologi Olahraga: Artikel yang membahas adaptasi fisiologis terhadap latihan intensitas tinggi.

4. Perbaikan Teknik Lari (Running Mechanics)

Latihan Drills: Melakukan berbagai drills lari seperti A-skips, B-skips, butt kicks, high knees untuk memperbaiki koordinasi, frekuensi langkah, panjang langkah, dan postur tubuh.

Analisis Video: Merekam dan menganalisis teknik lari untuk mengidentifikasi kelemahan dan melakukan koreksi.

Coaching: Bekerja sama dengan pelatih atletik yang berpengalaman untuk mendapatkan umpan balik dan panduan teknik.

Sumber:

“Cepatkan Pembangunan untuk Pelari” oleh Vern Gambetta.

Asosiasi Internasional untuk Olahraga Lari (IAAF) / World Athletics: Materi pelatihan dan sertifikasi pelatih.

5. Nutrisi dan Hidrasi yang Optimal

Asupan Karbohidrat Cukup: Memastikan cadangan glikogen otot terisi penuh sebelum latihan atau kompetisi untuk menyediakan energi.

Asupan Protein Memadai: Penting untuk perbaikan dan pertumbuhan otot.

Hidrasi yang Baik: Dehidrasi dapat menurunkan performa secara signifikan. Minum cukup air sebelum, selama, dan setelah latihan.

Sumber:

Akademi Gizi dan Dietetik: Rekomendasi nutrisi untuk atlet.

Society of Sports Nutrition (ISSN): Posisi paper mengenai nutrisi olahraga.

6. Pemulihan yang Memadai

Tidur Cukup: Tidur adalah periode penting bagi tubuh untuk memperbaiki diri dan memulihkan cadangan energi.

Gizi Setelah Latihan: Mengonsumsi karbohidrat dan protein segera setelah latihan intensif membantu pemulihan otot.

Peregangan dan Pendinginan: Membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan fleksibilitas.

Menghindari Overtraining: Memberikan tubuh waktu yang cukup untuk pulih antara sesi latihan intens.

Sumber:

“Pemulihan: Kunci untuk Maksimalkan Performa” oleh Christie Aschwanden.

Journal of Sport Sciences: Penelitian tentang strategi pemulihan.

7. Latihan Mental (Mental Training)

Visualisasi: Membayangkan diri berlari dengan kecepatan penuh hingga finis tanpa melambat.

Self-Talk Positif: Menggunakan afirmasi positif untuk mempertahankan motivasi dan mengatasi rasa lelah.

Fokus: Membangun konsentrasi pada teknik atau sasaran, bukan pada rasa sakit atau kelelahan.

Sumber:

“Psikologi Olahraga: Dari Teori ke Praktek” oleh Johnsgard, Kyle.

Asosiasi untuk Psikologi Olahraga Terapan (AASP): Sumber daya dan praktik terbaik dalam psikologi olahraga.

Dapat disimpulkan bahwa dengan kombinasi latihan yang terencana, nutrisi yang tepat, pemulihan yang memadai, dan ketahanan mental, seorang pelari dapat secara signifikan mengurangi penurunan kecepatan di tengah lintasan lari jarak pendek dan mencapai performa maksimal.***