Dituding Skan Mata Menipu, Aplikasi World Apps Ancam Dicabut Izinnya

Aplikasi

World App

beserta fitur

Worldcoin

Dan WorldID menghadapi ancaman penutupan tetap oleh Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital, apabila dijumpai pelanggaran terkait dengan prosedur pindai atau skanning iris mata.

“Jika benar-benar membahayakan privasi data, hal tersebut menjadi fokus kami saat ini dan tentu saja kita akan mengimplementasikan tindakan keras guna melindungi informasi personal warga yang telah direkam,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar di kantor pusatnya, Jakarta, pada hari Jumat tanggal 9 Mei.

World ID merupakan
platform
Terpadu guna melacak data biometrik individu pada ranah digital. Di sini, teknologi Orb bertugas mengonfirmasi keaslian pengguna. Selanjutnya, World App merupakan platform terpusat yang mencakup sejumlah aplikasi individual dikembangkan oleh para pembuat perangkat lunak eksternal.

Pada saat bersamaan, Worldcoin adalah sebuah token berdasarkan teknologi Blockchain yang memberikan kesempatan bagi para penggunanya — baik individu, badan usaha, pemilik aplikasi, hingga pihak pemerintahan — untuk mendapatkan insentif ataupun melaksanakan transaksi di dalam jaringannya.

Semua tiga perusahaan tersebut dikendalikan oleh Tools for Humanity. Ini adalah sebuah perusahaan yang didirikan oleh pencipta ChatGPT, yaitu Sam Altman. Di Indonesia, mereka bekerja sama dengan dua mitra lokal: PT. Terang Bulan Abadi dan PT. Sandina Abadi Nusantara.

Menurut laporan Antara, perusahaan menawarkan insentif sebesar Rp 800 ribu kepada masyarakat yang bersedia melakukan scan irisan mata. Kemdigi atau Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengundang Tools for Humanity pada hari Rabu (7/5).

Rapat tersebut menyinggung tentang kesesuaian Tools for Humanity dengan peraturan perlindungan informasi pribadi, yang meliputi sistem insentif senilai sampai Rp 800 ribu serta pengecekan biodata berupa pola mata.

“Satu dari pertanyaan yang kita sampaikan adalah tentang alasan pemilik data bersedia mengungkapkan informasi pribadi mereka,” jelas Alexander.

Hal lain yang dibahas yakni keamanan data biometrik pengguna, khususnya pengumpulan data retina dan retina code. Komdigi masih menyelidiki penggunaan data iris mata oleh Tools for Humanity. “Ini masih berproses,” Alexander menambahkan.

Dari pertemuan itu diketahui bahwa Tools for Humanity beroperasi di Indonesia sejak 2021 dan sudah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data. Akan tetapi, perusahaan baru mendapatkan Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik atau TDPSE tahun ini.

Selain itu, Kementerian mendapati fakta bahwa Tools for Humanity beroperasi di Tanah Air atas nama PT. Terang Bulan Abadi. Perusahaan ini belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE dan tidak memiliki TDPSE.

Sementara itu, layanan Worldcoin justru memiliki TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara. Oleh karena itu, Komdigi menilai perusahaan patut diduga tidak memenuhi syarat dan kepatuhan sesuai diatur dalam regulasi.

“Bentuk perizinannya atau kegiatannya ada di lokasi lain. Kami terus menyelidiki secara teknis tentang apa yang sesungguhnya mereka kerjakan,” jelas Alexander.

Alexander menyebutkan bahwa Komdigi terus mengeksplorasi teknik pengumpulan data irisan mata yang dikembangkan oleh Tools for Humanity bersama dua mitra lokal, serta bagaimana hal itu digunakan. Dia juga menegaskan bahwa keamanan datanya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP.

Lebih dari itu, irisan mata berfungsi layaknya sidik jari. “Informasi ini jika dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan buruk contohnya membahayakan orang yang diambil gambarnya, bisa menimbulkan risiko.” Karena alasan tersebut, kami ingin menguji bagaimana data dipergunakan.
partner
perusahaan,” kata Alexander.