KPK Tolak Nadiem: Saran Windows Diubah Menjadi Chromebook

Mataramnews.co.id.CO.ID, JAKARTA — Penyelidikan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya perubahan rekomendasi dalam pengadaan laptop. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti, berupa rekomendasi awal dari kajian tim teknis yang meminta pengadaan laptop menggunakan sistem operasi Windows.

Namun, kata Harli, dalam proses pengadaan tim teknis di internal Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, mengubah rekomendasi tersebut dengan memilih laptop beroperasi Chromebook. Hal itu sekaligus menepis anggapan Nadiem bahwa jajarannya sudah mengikuti rekomendasi dan menggandeng Jamdatun Kejagung.

“Dikatakan bahwa, dalam kasus ini, pengadaan Chromebook ini dari tim teknis awalnya sudah dikaji dan kajiannya merekomendasikan supaya (pengadaan laptop) lebih kepada pemanfaatan laptop dengan sistem operasi Windows. Tetapi ini diubah menjadi pengadaan dengan menjadikan sistem Chromebook,” kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).

Harli menjelaskan, saat ini tim penyidikan Jampidsus Kejagung masih fokus pada pembuktian penyimpangan dalam proses pengadaan laptop Chromebook. Termasuk, sambung dia, terkait dengan perubahan hasil rekomendasi pengadaan laptop bersistem Windows menjadi Chromebook.

Pada tahap awal penyelidikan kasus tersebut dilakukan, Harli juga pernah menyampaikan pada tahun 2019, Kemendikbudristek sudah melakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan tersebut. Dan dari hasil uji coba tersebut, ditarik kesimpulan bahwa Chromebook tidak layak untuk mendukung program digitalisasi pendidikan.

Karena laptop dengan sistem operasi tersebut berbasis jaringan internet. Sementara dalam program digitalisasi pendidikan tersebut membutuhkan sarana komputerisasi yang berbasis nonjaringan. Harli menyebut, adanya laptop dengan operasi Chromebook juga tak tepat guna melihat keterbatasan sekolah di wilayah-wilayah yang tak mapan jaringan nirkabel.

Harli melanjutkan, penyidik juga masih menggali bukti-bukti tentang adanya intervensi maupun pengaturan-pengaturan yang disengaja untuk memilih dan memengaruhi vendor tertentu dalam pengadaan laptop Chromebook. Termasuk, kata dia, soal realiasi dan kemanfaatan dari pengadaan laptop tersebut.

Sebab itu, sejak awal tim penyidikan di Jampidsus yakin bahwa pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan yang menghabiskan anggaran Rp 9,9 triliun tersebut tidak efektif. Oleh karena itu, dipastikan bahwa dalam pelaksanaannya merugikan keuangan negara.

“Jadi sebenarnya, kita tidak mau mengomentari pendapat-pendapat dari luar mengenai proses ini. Tetapi bahwa ini, menjadi dasar penilaian penyidik, bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Chromebook ini,” kata Harli.

Penjelasan Harli tersebut, sebetulnya mengomentari pernyataan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim terkait namanya yang diseret-seret dalam skandal korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek 2019-2023. Nadiem, pada Selasa (10/6/2025) menggelar konferensi pers terbuka terkait masalah pengadaan laptop Chromebook.

Menurut Nadiem, pengadaan laptop chromebook tersebut teralisasikan dengan penyaluran 1,1 juta unit ke 77 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Dia mengakui, Kemendikbudristek pernah melakukan uji coba atas 500 laptop chromebook untuk program digitalisasi pendidikan itu.

Namun, uji coba tersebut dilakukan oleh menteri sebelumnya. Pengadaan laptop Chromebook, kata Nadiem, merupakan bagian dari mitigasi atas keterancaman proses belajar-mengajar akibat pandemi Covid-19 2020. Dia menjelaskan, pengadaan chromebook tersebut sumber anggarannya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp 6,39 triliun dan Rp 3,82 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP).

Chromebook, katanya, lebih efisien dan murah dibandingkan laptop dengan sistem operasi lain. Ini karena Chromebook berbasis internet dengan aplikasi yang terbuka dan gratis. Dia menekankan bahwa dengan memilih Chromebook, dapat memberikan perlindungan lebih bagi siswa dan guru dalam mengakses situs-situs terlarang.

Menurut Nadiem, sekolah-sekolah yang menerima laptop dan chromebook bukan untuk daerah-daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Terkait proses pengadaan, Nadiem memastikan bahwa hal itu dilakukan dengan transparan.