Belakangan ini, diskusi tentang kolaborasi antara berbagai kelompok umur semakin banyak terdengar. Di platform-media sosial, pembicaraan mengenai Generasi Z menjadi sangat populer. Beberapa orang menyebutkan bahwa anggota dari generasi tersebut dikenal sebagai generasi “stroberi,” yakni individu yang dianggap cepat merasa emosional, lebih rentan kelelahan, serta kesulitan bekerja dalam sebuah tim. Akan tetapi, apakah seluruh anggota Generasi Z memang demikian?
Jika diamati dengan teliti, sebenarnya banyak anggota Generasi Z yang memiliki motivasi luar biasa. Mereka responsif, dipenuhi oleh berbagai ide baru, dan mengerti bagaimana mengerjakan sesuatu dengan pendekatan kreatif.
Dalam era perubahan yang kencang, mereka berhasil mengadaptasi diri secara efektif. Sebagian besar di antaranya memiliki keahlian digital terkini dan dapat memecahkan masalah melalui pendekatan-pendekatan modern.
Sebaliknya, kelompok umur yang lebih tua seperti Generasi X dan Baby Boomers kerap kali dijuluki sebagai “tradisional” atau “tidak mudah beradaptasi dengan perubahan”.
Sebenarnya, generasi saat ini telah dibekali dengan sumber daya yang kuat: pengetahuan mendalam, koneksi yang luas, serta kesungguhan dalam memelihara prinsip dan moralitas pekerjaan mereka. Mereka paham betul tentang langkah-langkah strategis yang harus diambil.
Dari sini kita bisa lihat, setiap generasi punya kelebihan masing-masing. Justru bisa menjadi motor penggerak kolaborasi yang luar biasa.
Bukan soal siapa yang lebih hebat atau siapa yang lebih “kekinian”, tapi bagaimana kita bisa saling melengkapi. Supaya kerja bareng jadi lancar dan saling support, bukan saling adu argumen. Bisa menyatukan semua potensi itu dalam ruang kerja yang harmonis.
Jangan Memberikan Label, Ayo Kenali Sama-sama
Menghadapi bermacam-macam individu yang datang dari era berbeda tentunya membawa banyak kesulitan. Ketimpangan dalam pola pikir, metode bekerja, serta rutinitas acap kali mengakibatkan interpretasi keliru.
Satu orang biasanya menggunakan surel, sementara yang lain memilih untuk mengirimi pesan instan. Beberapa merasa nyaman dengan pertemuan tatap muka, sedangkan sebagian lagi lebih menyukai rapat secara virtual.
Tapi perbedaan itu wajar. Justru kalau bisa dikelola dengan baik, kita bisa saling belajar dan memperkuat satu sama lain.
Seperti tim sepak bola ada yang jadi striker, ada yang jadi kiper, semua punya peran sendiri. Yang penting, main di lapangan yang sama dengan tujuan yang sama.
Ada tiga kunci utama supaya kerja sama lintas generasi bisa berjalan baik: pahami karakter tiap generasi, buat aturan main yang adil, dan tumbuhkan empati.
1. Kenali Gaya dan Karakter Setiap Generasi
Setiap generasi tumbuh di masa yang berbeda, jadi wajar kalau karakter dan cara berpikirnya juga berbeda. Yuk, kenalan sedikit dengan mereka:
Baby Boomer (lahir sekitar 1946–1964): Mereka dikenal gigih, pekerja keras, dan loyal. Hidup di masa penuh perjuangan, jadi mereka terbiasa dengan kerja keras dan stabilitas.
Generasi X (1965-1980) dikenal sebagai orang-orang tangguh, otonom, dan adaptif. Mereka berkembang dalam periode perubahan besar-besaran dan cenderung mudah menyesuaikan diri serta memiliki pendekatan praktis terhadap pekerjaan.
Milenial (1981–1996): Cenderung terbuka terhadap teknologi, menyukai fleksibilitas, dan peduli dengan makna di balik pekerjaan mereka.
Generasi Z (sejak 1997): Tumbuh besar pada zaman teknologi online dan jejaring sosial. Mereka sangat mahir dalam hal digital, cenderung lebih menerima keragaman, serta mempunyai dorongan inovatif yang signifikan. Selain itu, mereka mengutamakan aspek pribadi dan seimbang secara emosi.
Mengenali sifat-sifat mereka ini tidak bertujuan untuk membatasi atau menyederhanakan, tetapi agar kita dapat mengetahui bagaimana caranya berkolaborasi dengan paling efektif. Meskipun gaya kerjanya mungkin berbeda-beda, jika saling pengertian, maka pekerjaan akan menjadi lebih mudah serta hasilnya pun optimal.
2. Susun Peraturan yang Jelas dan Seadilan
Perbedaan antar generasi tentu menghasilkan metode kerja yang beragam. Namun, semuanya dapat harmonis jika terdapat tata tertib yang disetujui secara bersama-sama.
Peraturan ini dapat sederhana seperti menentukan waktu untuk datang ke kantor atau izin bekerja dari rumah. Atau memutuskan kapan perlu mengadakan pertemuan langsung dan saat lainnya cukup melalui platform online seperti Zoom atau Google Meet. Ini juga mencakup aspek gaya komunikasi—baik menggunakan nada resmi ataupun tidak terlalu formal, serta pilihan antara surel atau pesan instan.
Hal utama adalah bahwa semua memahami peraturan yang serupa. Dengan begitu, tidak ada yang merasa dirugikan atau terpaksa mengikuti cara kerja yang bertentangan dengan kebiasaan mereka. Meskipun metode mungkin berbeda, tujuan akhirnya tetap sama.
Peraturan yang tepat membuat seluruh anggota tim memahami pembatasan, kewajiban, serta bagaimana memberikan kontribusi secara merata. Ini menciptakan lingkungan kerja yang terstruktur namun masih menyenangkan.
3. Budidayakan Rasa Saling Mengerti, Bukan Kepentingan Pribadi
Empati itu kunci dari semua hubungan, termasuk dalam dunia kerja. Tanpa empati, kerja bareng beda generasi bisa terasa berat.
Setiap orang punya kebiasaan, kekuatan, dan juga kekurangannya masing-masing. Dengan empati, kita bisa lebih memahami alasan di balik pilihan atau sikap seseorang.
Sebagai contoh, jika Generasi Z atau Milenial memilih bekerja dari rumah karena mereka berpikir akan lebih efisien di lingkungan domestik, cobalah terapkan model kerja campuran. Misalkan 2 hingga 3 hari dalam seminggu dapat dilakukan secara daring dan sisa waktunya dihabiskan di tempat kerja fisik. Di sisi lain, bagi generasi yang lebih tua dan lebih menyukai interaksi tatap muka, alokasikan beberapa jam spesifik untuk rapat langsung.
Empati tidak berarti selalu harus menyerah, tetapi lebih kepada menemukan solusi yang adil bagi setiap pihak. Dengan cara ini, semua orang akan merasa dipertimbangkan dan dihormati.
Kerjasama itu tentang sikap, bukan usia.
Jika kita membicarakan tentang tim kerja yang luar biasa, tidak penting apakah anggota termuda atau tertua. Yang dibutuhkan adalah saling terbuka, kemauan untuk belajar, serta dapat bekerja sama secara efektif.
Generasi Z dengan gagasan segar mereka dapat memicu semangat baru. Sementara itu, generasi senior berbekal pengetahuan dan pengalaman mampu menjadi panduan yang tepat. Jika kedua kelompok ini bergabung, dampak positif yang dihasilkan akan melebihi apabila hanya mengandalkan salah satunya saja.
Bekerja antar generasi mirip dengan memainkan musik di sebuah band. Terdapat gitar, drum, bass, dan vokal. Masing-masing memiliki nada tersendiri, tetapi jika dapat disatukan secara harmonis, hasil akhirnya bisa sangat menakjubkan.
Menuju Lingkungan Kerja yang Inklusif untuk Segala Usia
Lingkungan kerja yang efektif tidak boleh hanya mencakup satu generasi saja. Sebaliknya, lingkungan yang sempurna adalah tempat di mana seluruh generasi dapat memberikan kontribusi, bertukar pengetahuan, serta berkembang secara bersama-sama.
Langkah untuk merealisasikannya tidak melalui peraturan yang ketat, tetapi dengan membuka ruang diskusi, saling mendengar, serta mengembangkan sistem kerja yang lentur namun adil.
Saat setiap orang merasa terhormat dan tenteram, maka produktivitas juga akan naik. Tidak ada lagi sebutan seperti “generasi baperan” atau “generasi jadul”. Yang hadir hanyalah sebuah tim yang kuat, berkolaborasi dengan baik, serta siap menghadapi segala rintangan masa kini.
Meskipun ada perbedaan dalam tahun kelahiran, kami menghabiskan waktu di era yang serupa. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk lebih memahami satu sama lain daripada malah menyalahkan. Di lingkungan pekerjaan saat ini, sinergi menjadi hal penting dan tujuan tersebut dapat tercapai jika seluruh lapisan umur mau bekerjasama secara bersama-sama.
Terima Kasih