Mataramnews.co.id
– Transformasi digital di dunia pendidikan terus berkembang seiring pesatnya inovasi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Penerapan AI dalam sistem pendidikan menawarkan berbagai peluang untuk menciptakan inovasi dalam proses belajar-mengajar an masih banyak lagi.
Namun, di balik potensi tersebut, terdapat sejumlah tantangan dan isu penting yang perlu menjadi perhatian.
Dilansir dari laman Artificial Intelligence Center Indonesia (11/5), berikut adalah rangkuman tantangan utama serta langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan AI di sektor pendidikan Indonesia.
1. Kesenjangan Digital
Salah satu hambatan utama dalam menerapkan kecerdasan buatan di sektor pendidikan adalah adanya kesenjangan digital.
Belum tentu seluruh pelajar punya kesempatan setara terhadap teknologi AI. Hal itu bisa jadi akan melebarkan perbedaan di antara mereka yang mengaksesnya dengan mereka yang tidak.
Itulah hal yang bisa menghasilkan ketimpangan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Perbedaan ini tak sekadar berkaitan dengan kesempatan mengenai peralatan, misalnya komputer atau jaringan internet, tapi juga meliputi kemampuan digital yang dibutuhkan untuk menggunakan teknologi kecerdasan buatan dengan baik.
2. Keterampilan Digital
Pada zaman digital sekarang, keahlian di bidang digital amatlah vital untuk para guru dan murid guna mengoptimalkan penggunaan AI dalam proses belajar-mengajarkan.
Tanpa kemampuan ini, penerapan kecerdasan buatan tidak akan optimal dan bisa mengakibatkan ketimpangan dalam mekanisme belajar.
Ketrampilan digital meliputi banyak hal, mulai dari pengetahuan dasar tentang teknologi sampai kecakapan untuk menyatukan AI dalam metode belajar.
3. Kebijakan Etis mengenai Kerahasiaan Data
Implementasi kecerdasan buatan di bidang pendidikan tak sekadar menghadirkan berbagai keuntungan namun juga memunculkan sejumlah persoalan terkait etika dan kerahasiaan informasi pribadi.
Kepentingan untuk melindungi privasi serta keselamatan informasi pribadi pelajar merupakan hal yang utama.
Ini mengharuskan pembentukan tata kelola etika yang kuenteu dan pedoman privasi yang ketat guna melindungi data pribadi pelajar dari eksploitasi.
Maka dari itu, institusi pendidikan serta pihak pemerintahan perlu berkolaborasi dalam menyusun kebijakan dan aturan yang menjamin pemakaian AI secara bertanggung jawab dan etis.
4. Evaluasi dan Saran Kembali
Penerapan AI dalam penilaian dan umpan balik menawarkan kecepatan dan akurasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
AI memungkinkan analisis otomatis terhadap hasil belajar dan memberikan umpan balik secara instan.
Namun, proses ini masih memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman kontekstual yang biasanya dimiliki oleh pengajar manusia.
Ini lebih difokuskan pada penilaian elemen-elemen subjektif seperti kekreatan atau argumen siswa.
Di samping itu, apabila sistem kecerdasan buatan (AI) dikembangan tanpa memperhatikan ragam latar belakang pelajar, maka kemungkinan feedback yang disampaikan menjadi tidak sesuai atau kurang akurat.
5. Asisten Virtual dan Chatbot
Asisten virtual dan chatbot telah digunakan untuk membantu siswa dalam menjawab pertanyaan secara otomatis.
Teknologi ini mendukung pembelajaran mandiri dan mempercepat respons terhadap kebutuhan siswa.
Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kualitas pemrograman dan kelengkapan basis data yang dimiliki.
Apabila tidak dilakukan pembaruan secara rutin atau penyesuaian terhadap latar belakang pendidikan di Indonesia, bisa jadi chatbot akan menghasilkan respons yang kurang tepat atau bahkan menimbulkan kekeliruan.
Salah satu tantangannya adalah menjamin bahwa peran teknologi tersebut tidak mengambil alih interaksi manusia yang masih sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
Melihat adanya tantangan-tantangan tersebut, dilansir dari laman Sekretaris Jendral Kemdikbud (11/5), Indonesia sendiri memiliki perhatian dan manajemen risiko dalam penggunaan AI.
Penerapan AI dalam pendidikan membutuhkan kesiapan yang komprehensif, termasuk dalam hal manajemen risiko.
AI tentunya dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti memperburuk ketidaksetaraan sosial atau meningkatkan ketergantungan pada teknologi.
Maka dari itu, tiap institusi pendidikan yang berencana menerapkan kecerdasan buatan harus mengevaluasi tingkat persiapan mereka serta merancang strategi pengelolaan risiko guna mendeteksi kemungkinan efek buruknya sebelum akhirnya menyusun solusi yang sesuai.
Tinjauan awal ini perlu memasukkan pemeriksaan menyeluruh tentang cara kerja AI dalam bersinggungan dengan sistem pendidikan yang telah ada dan juga pengenalan tantangan yang kemungkinan bisa timbul.
Lebih dari itu, sangat diperlukan strategi pengelolaan risiko yang responsif serta adaptif, sehingga mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi dan dinamika di sektor pendidikan.
Institusi pendidikan bisa bekerja sama dengan ahli teknologi serta badan pengatur dalam menyusun strategi manajemen resiko yang kuat.
***