Pada suatu hari sore di sebuah warung kopi, seorang teman tiba-tiba memamerkan ponsel barunya sambil berteriak, “Lihat! Saya baru saja membeli iPhone 15 dengan sistem PayLater. Pembayarannya bisa ditunda untuk beberapa lama!” Kami semua termangu-murmur mendengar hal tersebut. Di dalam hatiku sendiri, perasaanku campuran dari keheranan dan ketidaknyamanan. Bukan karena telepon pintarnya, tetapi lebih pada ungkapannya tentang pembayaran yang dapat dilakukan kemudian. Hal seperti itu tidak hanya dialami oleh segelintir individu; saat ini, layanan PayLater telah menjadi jawaban mudah dan langsung bagi banyak remaja yang menginginkan penampilan modis tanpa harus tunggu penghasilan mereka mencukupi atau tabungan sudah terkumpulkan.
Akan tetapi, di balik keringanan yang begitu memikat tersebut, tersimpan perangkap hutang yang dapat menjebak siapa pun — terlebih lagi bagi generasi muda yang belum sepenuhnya dewasa dalam hal keuangan.
Apa itu Paylater?
PayLater, atau metode pembelian dengan cara membayar kemudian, merupakan fasilitas finansial yang mengizinkan pelanggan untuk mendapatkan produk atau layanan dan melunasinya nanti—entah itu secara penuh pada akhir periode atau dalam beberapa kali angsuran. Fasilitas semacam ini umumnya disajikan oleh berbagai macam platform termasuk aplikasi perniagaan elektronik, dompet daring, hingga situs penyedia sarana transportasi modern. Cara kerjanya sederhana, instan, serta tak membutuhkan tahapan rumit ala kartu kredit. Tidak mengejutkan jika kalangan muda menjadi sangat tertarik dengannya.
Secara teknologi dan ketersediaannya, layanan paylater sangat menggiurkan. Anda tidak perlu berkunjung ke bank atau menyertakan slip gaji; cukup dengan verifikasi KTP dan akun media sosial saja. Dalam beberapa menit, Anda sudah dapat memiliki limit hingga jutaan rupiah. Menggoda sekali, bukan?
Budaya Konsumtif yang Tersamarkan
Sayangnya, kenyamanan ini kerap menghasilkan budaya boros tanpa disadari. Sebaliknya dari pembelian sesuai keperluan, individu menjadi rentan terhadap hasrat belanja. “Cuma lima puluh ribu per bulan saja, kok enggak mampu?” demikian bisikan rayuan itu umumnya merayau dalam pikiran.
Sebenarnya, penumpukan tunggakan dari berbagai pembayaran kecil dapat menjadi bebannya yang signifikan di penghujung bulan. Coba bayangkan apabila ada orang dengan lima tagihan layanan paylater, setiap tagihannya sebesar dua ratus ribu rupiah. Jumlah totalnya mencapai satu juta rupiah! Belum lagi ditambah oleh biaya adminstrasi, bunga, serta denda keterlambatan bilamana terjadi kesiangan dalam membayar. Niat awal mereka hanya berniat “membayarnya nanti saja,” namun pada akhirnya merasa kepala pusing karena seluruh pendapatan bulanan sudah digunakan untuk menutupi semua cicilan tersebut.
Pemuda dan Pendidikan Keuangan
Masalah utama dalam fenomena pembayaran dengan sistem pay later terletak pada kurangnya pemahaman tentang keuangan. Sejumlah besar kaum milenial belum mengerti mekanisme bunga, ancaman keterlambatan pembayaran, atau bedanya hutang untuk investasi versus belanja tidak penting. Sistem ini seringkali dijadikan jalan menuju tanggungan hutang sebelum mendapatkan pendidikan finansial yang cukup.
Berdasarkan hasil penelitian OJK pada tahun 2023, kira-kira 38% populasi di Indonesia telah mencapai tingkat pemahaman finansial yang cukup baik. Ini menunjukkan bahwa kurang lebih setengah dari jumlah pengguna jasa perbankan daring masih kurang paham tentang potensi bahaya produk-produk semacam paylater. Lebih-lebih lagi, untuk para pekerja muda yang baru saja merintis karier mereka, situasi ini menjadi lebih rumit karena kondisi ekonomi mereka belum tentu stabil serta minimnya pengalaman dalam manajemen uang sendiri.
Lebih lanjut, sistem algoritme digital dikembangkan dengan sengaja untuk merangsang kecenderungan impulsif kita. Pemberitahuan tentang potongan harga, opsi kredit tanpa bunga, serta tampilan aplikasi yang intuitif menyebabkan proses pembelian menjadi serupa dengan bermain video game. Sebelum sadar, sekali tap sudah menghasilkan satu transaksi, dan setiap transaksi tersebut dapat mendorong siklus pinjaman baru.
Gali Lubang, Tutup Lubang
Resiko terbesar dari gaya hidup menggunakan layanan pay later ialah jatuh ke dalam lingkaran utang tanpa henti. Tak sedikit orang yang pada akhirnya mengalami situasi ‘menghabiskan satu hutang dengan sebuah hutang’. Mereka membayar angsuran pay later melalui pinjaman dari platform pembiayaan online lain. Proses ini berulang-ulang sampai mereka memiliki beban utang besar yang susah untuk dibayarkan.
Belum termasuk tekanan emosional yang datang bersamaannya. Hutang dapat memicu kecemasan, stres, serta berdampak negatif pada hubungan interpersonal dan produktivitas di tempat kerja. Pada tahap ini, manfaat dari layanan belanja tanpa bayar tunai langsung pun hilang, malah menambah bebancmental yang merusak rutinitas sehari-hari.
Solusi: Bijak dan Sadar
Bukan berarti layanan PayLater itu setan digital yang perlu dihindari. Fasilitas ini dapat bermanfaat apabila dimanfaatkan dengan tepat—seperti misalnya untuk kebutuhan darurat atau barang-barang esensial yang tak bisa dilangsungkan. Namun kuncinya hanya satu: kita mesti mengenal betul kondisi finansial diri sendiri.
Pertama-tama buatlah sebuah budget bulanan. Tuliskan seluruh pendapatan serta pengeluaran Anda, mulai dari angsuran. Pastikan bahwa jumlah angsuran tidak melampaui 30% dari total pendapatan setiap bulannya. Apabila hampir mencapai batasan tersebut, berarti harus mengendalikan hasrat membeli dan meredakan niat untuk berbelanja sejenak.
Langkah selanjutnya ialah mengenal perbedaan antara keperluan dan kemauan. Sebuah iPhone terbaru, sepatu edisi terbatas, ataupun minuman modern tak termasuk dalam daftar kebutuhan esensial. Jika benar-benar berkeinginan untuk memiliki barang tersebut, simpan uang Anda hingga mencapai jumlah yang dibutuhkan. Ada rasa puas tersendiri ketika memboyong sesuatu dengan usaha pribadi daripada harus menanggung hutang.
Langkah ketiga adalah tingkatkan literasi keuangan. Banyak konten edukatif sekarang yang membahas pengelolaan uang dengan cara ringan dan menyenangkan. Dari podcast, video YouTube, sampai thread media sosial. Jadikan belajar finansial sebagai bagian dari gaya hidup.
Kesimpulan: Gunakan PayLater dengan Bijaksana, Hindari Keterlambatan Pembayaran
Kami berada di masa serba digital yang memberikan banyak keringanan. Layanan paylater merupakan salah satu terobosan yang dapat amat mempermudah, namun juga bisa menyebabkan masalah bila tak dikelola dengan cermat. Pemuda memiliki peluang luar biasa untuk berkembang, tetapi hal itu perlu disertai dengan kesadaran dalam merencanakan dan mengatur keuangan mereka.
Kehidupan tak melulu soal memamerkan benda-baru yang dibeli, tetapi lebih pada bagaimana kita dapat menjalani hari-hari dengan damai, bebas dari ketergantungan, serta lepas dari jeratan hutang saat masih muda. Oleh karena itu, sebelum menekan tombol “Belanja Pakai Cicilan”, pikirkan dahulu dalam hati Anda: “Apakah ini benar-benar penting bagi saya, atau hanya untuk membuat orang lain iri?”
Jika pilihannya adalah nomor dua, sebaiknya kita tunda saja dahulu. Dompet serta masa depan Anda akan menghargai keputusan tersebut.