Worldcoin Diblokir, Bagaimana Nasib 500 Ribu Data Iris Mata Warga Indonesia?

Pengembang

Worldcoin

yakni

Tools for Humanity

tercatat sudah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data iris mata masyarakat Indonesia sejak 2021. Bagaimana nasib data-data ini?

Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital sudah memblokir platform Worldcoin, World App, dan WorldID sejak Minggu (4/5). Instansi juga sudah memanggil perwakilan Tools for Humanity pada Rabu (7/5).

World ID merupakan
platform
terintegrasi untuk menyimpan identitas biometrik manusia di dunia digital.  Teknologi Orb di dalannya akan memverifikasi pengguna. Lalu, World App yakni superaplikasi yang berisi aplikasi-aplikasi tunggal yang dibuat pengembang pihak ketiga.

Sementara itu, Worldcoin merupakan token berbasis blockchain yang memungkinkan pengguna, apakah itu individual, perusahaan, pemilik aplikasi, bahkan pemerintah, memperoleh insentif atau melakukan transaksi di dalam jaringan.

Hasil dari rapat tersebut menunjukkan bahwa Tools for Humanity telah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data irisan mata penduduk Indonesia mulai tahun 2021, meskipun perusahaan baru memperoleh status Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) pada tahun ini.

Warnanya pada bagian mata disebut irisan mata memiliki fungsi untuk mengatur seberapa banyak cahaya yang bisa masuk serta memodifikasi ukuran pupil sesuai dengan variasi tingkat penerangan. Seperti halnya sidik jari, warna setiap irisan mata seseorang juga unik.

Kepala Badan Pengawas Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, mengatakan bahwa pihaknya sedang dalam proses penyelidikan terkait penggunaan data iris mata yang dilakukan oleh Tools for Humanity. “Masih ada beberapa hal yang perlu kami telusuri,” ujarnya saat ditemui di kantor pusat mereka di Jakarta, pada hari Jumat, tanggal 9 Mei.

Sebelumnya, Komdigi mengungkapkan bahwa platform yang dibuat oleh Sam Altman, sang pencipta ChatGPT, bekerja sama dengan dua perusahaan lokal di Indonesia yaitu PT. Terang Bulan Abadi dan PT. Sandina Abadi Nusantara.

Kementerian menemukan informasi bahwa Tools for Humanity menjalankan operasinya di negeri kita melalui entitas bernama PT. Terang Bulan Abadi. Organisasi tersebut belum mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik atau disebut juga PSE dan tak mempunyai Tanda Daftar PSE yang dikenal dengan sebutan TDPSE.

Sementara itu, layanan Worldcoin justru memiliki TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara. Oleh karena itu, Komdigi menilai perusahaan patut diduga tidak memenuhi syarat dan kepatuhan sesuai diatur dalam regulasi.

“Bentuk usahanya atau izin usahanya itu berada di tempat lain. Ini masih kami dalami secara teknis apa yang sebenarnya mereka lakukan,” kata Alexander.

Kemungkinan Ancaman dari Pemindaian Iris Mata oleh Worldcoin

Alexander menyebutkan bahwa Komdigi terus mengeksplorasi teknik kumpul-kumpul data dari pemindaian retina yang dikembangkan oleh Tools for Humanity bersama dua mitra dalam negeri, sambil juga membahas cara penerapannya. Dia pun meyakinkan akan adanya jaminan keamanan datanya sesuai dengan ketentuan di Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi atau UUPIP.

Lebih dari itu, irisan mata bertindak layaknya sidik jari. “Jika informasi ini dipergunakan untuk tujuan-tujuan buruk contohnya, merugikan orang yang iris matanya direkam, maka akan ada risikonya.” Karena alasan tersebut, kita sedang menelusuri pemakaian datanya.
partner
perusahaan,” kata Alexander.

Kominfo juga akan mengupas lebih dalam tentang sebab perusahaan tersebut menyediakan dana sampai dengan Rp 800 ribu untuk warga yang bersedia mentransfer data iris mata mereka. Kemudian, Departemen berencana meminta keterangan dari PT Terang Bulan Abadi serta PT Sandina Abadi Nusantara.

Pratama Persadha dari pusat penelitian komunikasi dan sistem keamanan informasi CISSReC mengingatkan publik tentang potensi risiko menggunakan data iris mata yang sudah diberikan kepada pihak luar. Data tersebut bisa saja dimanfaatkan secara salah apabila proses penyimpanan serta manajemennya kurang jelas atau belum cukup aman.

“Berbeda dari password atau nomor telepon, informasi tentang pola mata tidak dapat diperbarui. Apabila terdistribusi tanpa izin, dampaknya akan berlangsung selamanya,” jelas Pratama saat diwawancara oleh Mataramnews.co.id pada hari Selasa, 6 Mei.

Ancaman potensial lain adalah informasi biometrik semacam pola iris mata dapat digunakan untuk mencuri identitas, melakukan pelacaran digital sampai mempermainkan sistem otonomisasi dengan teknologi pemindaian sidik jari, misalnya dalam bidang finansial dan perbankan.

Pada sistem yang kian tergantung pada pengenalan biometrik, misalnya dalam bidang perbankan online dan penyediaan jasa oleh pemerintah, siapa pun yang mampu mendapatkan pola iris mata orang tertentu bisa menyalahi hak untuk menggunakan layanan tersebut atas nama mereka sendiri, tanpa diperlukan otorisasi tambahan.

“Kemungkinan risiko bertambah jika data disimpan diluar wilayah kekuasan undang-undang Indonesia, maka hal ini bisa mempersulit proses penanganan hukum,” jelas Pratama.

Pedoman Pemeriksaan Iris Mata di Indonesia

Pratama menjelaskan perlindungan data biometrik diatur dalam UU PDP. Dalam undang-undang ini, data biometrik dikategorikan sebagai data pribadi spesifik yang memerlukan persetujuan eksplisit dan pengelolaan yang ketat.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Sistem dan Transaksi Elektronik mewajibkan penyelenggara sistem menjamin keamanan data pribadi pengguna.

Walau begitu, sampai saat ini belum terdapat aturan teknis yang jelas mengenai pengolahan data Iris Mata oleh perusahaan swasta, lebih-lebih lagi perusahaan multinasional. Kekosongan hukum tersebut dapat disalahgunakan oleh beberapa pihak dan tidak memberikan cukup perlindungan kepada publik.

Pada saat yang sama, perusahaan pengembangan Worldcoin yaitu Tools for Humanity mengklaim bahwa prosedur verifikasi identitas menggunakan WorldID tidak menyimpan detail pribadi dari para penggunanya. Justru sebalinya, pengguna mempunyai kontrol lengkap terhadap datanya sendiri, serta informasi tersebut tak bisa dijangkau oleh World ataupun perusahaan ini sebagai penyedia solusi teknis.

Perusahaan menyatakan bahwa data tersimpan dalam aplikasi World App dan tidak disimpan oleh perangkat Orb guna melindungi kerahasiaan para penggunanya. Inovasi teknologi ini dinyatakan sebagai metode verifikasi keberadaan manusia dengan konsep ‘Proof of Human’ tanpa memerlukan pengekstakan informasi pribadi seperti nama, alamat, ataupun NIK.